PEKANBARU | Tran7riau.com
Permasalahan kerusakan kawasan konservasi di Riau kembali mencuat. Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), salah satu kawasan hutan yang menjadi paru-paru Sumatera, kembali menjadi sorotan setelah aksi massa menolak relokasi dari kawasan tersebut. Menanggapi kondisi ini, organisasi XTC beserta Pemuda Riau, Dikha Tanjung, menyuarakan dukungan penuhnya terhadap langkah tegas aparat dalam menindak para pelaku perusakan.
Seruan untuk Menjaga Marwah Negeri Melayu Bagi Dikha Tanjung Selaku Ketua Dpd bidang Humas XTC Provinsi Riau, isu kerusakan hutan bukan sekadar urusan lingkungan. Ini adalah soal menjaga marwah dan warisan budaya masyarakat Melayu. Ia menegaskan bahwa tindakan menjarah dan merusak kawasan hutan lindung adalah bentuk penghianatan terhadap nilai-nilai adat dan kearifan lokal yang menjunjung kelestarian alam.
Dikha tanjung, menilai sudah saatnya seluruh komponen, anak muda baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat, bersinergi untuk mengosongkan kawasan TNTN dari segala bentuk aktivitas ilegal. “Semua pihak harus sadar bahwa tidak ada masa depan di atas perusakan lingkungan,” ungkapnya.
Hutan yang Dirusak, Satwa yang Terusir
Taman Nasional Tesso Nilo merupakan rumah bagi beragam flora dan fauna endemik, termasuk gajah Sumatera yang kini berstatus kritis. Namun sayangnya, kawasan ini dalam beberapa tahun terakhir mengalami tekanan luar biasa akibat pembukaan lahan ilegal dan aktivitas pembalakan liar.
Kerusakan yang terjadi tidak hanya menghilangkan keanekaragaman dikha tanjung, tapi juga memperparah konflik antara manusia dan satwa liar. Gajah yang habitatnya terganggu kerap masuk ke perkebunan warga, memicu konflik yang merugikan semua pihak. Dalam konteks ini, pemulihan TNTN menjadi pekerjaan rumah yang tak bisa ditunda.
Bukan Sekadar Pelaku Lapangan
Dikha Tanjung, juga mengingatkan bahwa penindakan tak boleh hanya berhenti pada pelaku lapangan. Di balik aksi-aksi perambahan, ia meyakini ada jaringan yang lebih besar, termasuk para cukong dan makelar tanah yang kerap memanfaatkan masyarakat kecil sebagai tameng.
“Yang harus diburu bukan hanya yang memegang gergaji mesin, tapi juga mereka yang duduk nyaman di belakang, menikmati hasil dari kerusakan yang mereka biayai,” ujar dikha tanjung, dengan nada tegas. Ia berharap kepolisian dan pemerintah daerah bisa membongkar jejaring mafia tanah yang diduga terlibat dalam perambahan TNTN.
Sebelumnya, puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Masyarakat Pelalawan (AMMP) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Riau. Mereka menyatakan penolakan terhadap kebijakan relokasi dari kawasan TNTN, dengan alasan sudah lama bermukim dan menggantungkan hidup dari lahan tersebut.
Menanggapi hal ini, Dikha Tanjung, menyayangkan sikap yang menurutnya tidak mencerminkan tanggung jawab sebagai warga negara. Ia menilai bahwa tuntutan massa tersebut justru memperlihatkan betapa rusaknya pemahaman sebagian orang terhadap fungsi hutan konservasi. “Sudah menjarah, protes pula. Ini seperti menyalahkan hukum karena mencegah kejahatan,” ucapnya.
Terlepas dari dinamika yang terjadi, dikha tanjung menyatakan optimisme terhadap penanganan kasus ini. Ia mengapresiasi langkah-langkah awal yang sudah dilakukan Polda Riau dan berharap tindakan tegas tersebut bisa terus berlanjut secara konsisten. Ia juga mengajak seluruh elemen anak muda dan masyarakat untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan, karena menurutnya, kelestarian alam adalah tanggung jawab bersama.
Di sisi lain, ia juga mendorong pemerintah untuk menyediakan solusi relokasi yang manusiawi bagi warga yang memang telah lama menghuni kawasan tersebut. Relokasi harus disertai dengan program pemberdayaan ekonomi agar masyarakat tidak kembali pada pola lama yang merusak lingkungan.
Tesso Nilo bukan hanya hutan biasa—ia adalah simbol perjuangan menjaga ekosistem yang rapuh di tengah tekanan ekonomi dan populasi. Dukungan dari tokoh masyarakat seperti organisasi XTC dan Anak Muda menjadi pengingat bahwa menjaga alam adalah bagian dari menjaga identitas dan masa depan Riau. Jika dibiarkan rusak, bukan hanya pohon dan satwa yang akan hilang, tapi juga wjuga warisan yang tak ternilai untuk generasi mendatang.
Pembersihan kawasan TNTN, penegakan hukum terhadap para perusak, dan pemberian alternatif penghidupan bagi warga harus berjalan beriringan. Hanya dengan begitu, TNTN bisa kembali menjadi surga hijau yang membanggakan negeri Melayu.
Tim