Waspada Dibalik Panjat Pinang, Pemain Harus Hati Hati, Jangan Teledor

REDAKSI | Tran7riau.com

Seperti biasa di bulan Agustus ini, pedagang pohon pinang akan menuai banyak untung. Panjat pinang menjadi salah satu permainan di hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus yang mampu menarik perhatian banyak orang. Bayangkan, beberapa orang akan berebut menjadi yang paling dulu berada di atas untuk bisa mengambil banyak hadiah di ujung pinang senin (31/07/2023)

Sutopo pengusaha dan pemerhati lingkungan mrngatakan Pohon pinang rata-rata memiliki tinggi 6 sampai 8 meter. Saking tingginya, sekelompok orang yang ikut dalam permainan ini akhirnya harus bersatu untuk bisa menggapai hadiah di ujung pohon. Namun sejatinya, dulu ketika permainan ini pertama hadir, dibuat bukan untuk mengasah kerja sama antar-anggota tim, melainkan dibuat untuk kemenangan individu.

Menurutnya, pada masa awal permainan ini terkenal, permainannya mengharuskan seluruh peserta untuk masing-masing berlomba lebih dulu berada di atas pucuk pinang.

“Sebenarnya itu permainan individual. Kalau sekarang, mainnya beregu, ganti-gantian (naik). Nanti hadiahnya dibagi bersama-sama,” kata Sutopo

Hadiah di pucuk pinang itu cukup menggiurkan, berupa sembako yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat zaman dulu. Namun karena pinang tersebut dilumuri oleh pelicin, membuat para peserta kesulitan untuk mencapainya. Maka dari itu, muncullah tradisi untuk saling bantu membantu seperti yang kita lihat saat ini.

Sutopo juga menyebut jika permainan ini sudah ramai sejak abad ke-18 dan bukan permainan asli Indonesia. Sutopo berkisah jika panjat pinang dibawa oleh orang Indian dari Amerika yang kerap memainkan panjat pinang di area perkebunan.

“Kalau panjat pinang bukan asli permainan sini. Itu dibawa oleh orang-orang Indian. Di sini banyak perkebunan juga. Amerika juga punya perkebunan sebagai warga negara, bukan negara. Inggris juga ada (panjat pinang). China juga banyak. Di Indonesia, pekerja Indian didatangkan dari Amerika oleh mereka sendiri (ke Indonesia). Orang-orang Indian punya kegemaran relaksasinya itu panjat pinang,” ujar Sutopo

Memang banyak versi dari sejarah permainan ini. Bahkan di belahan dunia sudah lebih dulu mengenali permainan panjat pinang, termasuk Amerika yang dalam bahasanya dinamakan Greasy Pole. Di China, permainan ini sudah lama populer dengan nama Qiang-gu, yakni sejak zaman dinasti Ming (1368 – 1644).

Namun di Indonesia, panjat pinang dipercaya mulai terkenal sejak zaman penjajahan Belanda. Kala itu, hadiah berupa sembako menjadi incaran pada peserta lomba, sehingga warga Belanda bisa asik dan tertawa melihat antusiasme warga pribumi melakukan berbagai cara untuk mengincar hadiah-hadiah tersebut.

Tak ada yang tahu, siapa orang yang terlibat dalam memasukkan panjat pinang sebagai permainan tradisi perayaan Kemerdekaan Indonesia setiap tahun. Namun yang jelas kita masih percaya jika permainan ini mengasah rasa kebersamaan dan kerja sama warga Indonesia.

Melansir Kompas.com, lomba panjat pinang memiliki sejarah kelam di Indonesia ketika negeri ini masih dijajah oleh Belanda. Konon, dulu lomba panjat pinang cuma untuk hiburan semata bagi kaum Belanda.

Panjat pinang saat itu biasanya digelar Ketika ada acara hajatan, hari ulang tahun tokoh-tokoh penting Belanda hingga hari libur nasional.

Sama dengan panjat pinang sekarang, dahulu juga batang pinang dilumuri minyak pelican oleh Belanda. Di bagian puncak digantung berbagai macam hadiah dan bisa diambil oleh sang penakluk.

Kamu bisa bayangkan, para penjajah itu terkekeh-kekeh saat melihat rakyat pribumi yang miskin bersusah payah untuk meraih hadiah-hadiah yang tergantung di atas.

Melansir Kumparan.com, Wali Kota Langsa, Aceh, Usman Abdullah, pernah membuat larangan acara lomba panjat pinang saat peringatan HUT ke-74 RI pada tahun 2019. Usman mengatakan, lomba tersebut warisan penjajah yang tak ada nilai edukasinya.

Bahkan, Usman membuat surat instruksi bernomor 450/2381/2019 tentang peringatan HUT Ke-74. Di dalamnya ada perintah untuk tidak menggelar panjat pinang bagi seluruh pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), kepala desa, dan pimpinan BUMN/BUMD di wilayah Kota Langsa.

Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali, melalui artikel berjudul “Kenapa Harus Panjat Pinang?” yang dipublikasikan pada 16 Mei 2015 mengusulkan panjat pinang tak lagi masuk dalam daftar perlombaan 17 Agustusan karena telah merendahkan martabat bangsa.

Asep juga menampilkan sebuah foto tahun 1917-an ketika dirinya melakukan riset di Museum Tropen, Belanda. Dalam foto terlihat pribumi tengah berusah payah memanjat pohon pinang untuk mendapat hadiah.

“Orang-orang pribumi yang saling berebut, kemudian terjatuh karena pohon pinang yang licin. Hal tersebut sangatlah lucu bagi penduduk Hindia Belanda, terutama kaum elit seperti orang Eropa, karena melihat orang pribumi yang rela saling berebut untuk sesuatu hal yang tidak berarti di mata mereka,” tutup Sutopo.

Redaksi Tran7riau.com A.Rustandi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *