Ketua ASOOI dan SePOI Soroti Sistem Kerja Transportasi Online yang Eksploitatif

Jakarta|Tran7riau.com – Ketua Komunitas Armada Seluruh Ojek Online Indonesia (ASOOI) sekaligus Ketua Umum Serikat Pengemudi Online Indonesia (SePOI), Machmoed Fly atau akrab disapa Amoet.Fly, mengkritik tajam sistem kerja transportasi online yang dinilainya sangat eksploitatif terhadap pengemudi. Ia menyoroti bagaimana kebijakan yang diterapkan aplikator dan pemerintah lebih menguntungkan kapitalis, sementara para pengemudi berada di posisi rentan.

“Sistem kerja transportasi online ini adalah kerja kapitalis. Kapital adalah kerja mati yang hanya hidup dengan menghisap kerja hidup. Semakin hidup, semakin banyak tenaga yang dihisapnya,” tegas Amoet.Fly dalam pernyataannya.

Menurutnya, upah pengemudi online yang berbasis per trip membuat mereka semakin bergantung pada order baru untuk terus mendapatkan penghasilan. “Setelah berhasil mengantar penumpang, pengemudi terjebak pada pilihan untuk mendapatkan order berikutnya, meskipun itu berarti semakin jauh dari titik awal,” jelasnya.

Ia juga mengkritisi kebijakan aplikator yang tidak memperhitungkan jarak antara titik keberangkatan dan penjemputan, serta konsekuensi berat bagi pengemudi yang menolak order. “Menolak order apa pun alasannya bisa menurunkan performa akun, bahkan berisiko suspend. Hal ini memaksa pengemudi menerima order meskipun tidak sesuai arah atau tidak menguntungkan,” tambahnya.

Amoet.Fly menekankan bahwa sistem upah per trip menciptakan ilusi bahwa semakin banyak order, semakin banyak penghasilan. Namun, kenyataannya pengemudi harus memperpanjang jam kerja yang berdampak pada penurunan kualitas hidup mereka dan kendaraan yang mereka gunakan. “Aplikator mendapatkan keuntungan besar dari biaya jasa aplikasi dan data GPS pengguna dan pengemudi, sementara pengemudi hanya mendapatkan upah minim dari jarak pengantaran,” ujarnya.

Regulasi yang Tidak Memihak Pengemudi
Amoet.Fly juga menyoroti peran pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, dalam menetapkan tarif batas bawah dan atas berdasarkan zonasi. Menurutnya, sistem tarif ini melegitimasi pemotongan otomatis oleh aplikator dan mengabaikan kebutuhan dasar pengemudi, termasuk asupan konsumsi dan kalori yang diperlukan untuk mendukung pekerjaan mereka.

Dari sepuluh komponen perhitungan tarif, lanjutnya, semuanya hanya mengatur kendaraan dan smartphone, tanpa memperhatikan kesejahteraan pengemudi. Ia menyebut sistem ini sebagai bentuk pengalihan beban modal dari aplikator ke pengemudi yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen.

“Mahkamah Konstitusi memang menolak sepeda motor dijadikan angkutan umum karena rawan kecelakaan. Namun, pemerintah tetap mengatur bisnis transportasi online ini, tanpa memberikan perlindungan yang layak kepada pengemudi. Sistem ini jelas-jelas mengeksploitasi pekerja dan menyimpang dari hubungan industrial yang seharusnya ada antara pengusaha dan buruh,” pungkasnya.

Amoet.Fly menyerukan agar pemerintah lebih serius memperhatikan kesejahteraan pengemudi transportasi online dan segera mengoreksi sistem yang dianggap eksploitatif ini. Menurutnya, pengemudi adalah tulang punggung dari bisnis transportasi online yang selama ini terus diabaikan dalam kebijakan pemerintah. (Mbah Yanto)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *