JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana Terapkan Keadilan Restoratif pada Perkara Pencurian Barang Bekas di Jakarta Barat

Jakarta|Tran7riau.com – Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui empat permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif. Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme ini adalah kasus pencurian yang melibatkan tersangka Suyadi bin Waget dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Tersangka Suyadi bin Waget disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Kejadian bermula pada Selasa, 25 Juni 2024, sekitar pukul 15.00 WIB, ketika Suyadi keluar rumah untuk memulung barang bekas yang kemudian dijualnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat berada di daerah Taman Palem Lestari, Cengkareng Barat, Suyadi melihat sebuah rumah tanpa pagar dan memutuskan masuk untuk mengambil lemari berbahan acrylic. Untuk memudahkan, lemari tersebut dipatahkan dan dimasukkan ke dalam karung. Namun, aksinya terhenti ketika pemilik lemari, Mulyo, menangkap basah dan melemparkan kayu ke arah Suyadi, yang kemudian melarikan diri dengan membawa potongan acrylic tersebut. Suyadi akhirnya berhasil diamankan oleh saksi Mulyo.

Mengetahui kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, melalui Siaran Pers pada Senin, 26 Agustus 2024 Hendri Antoro, S.Ag., S.H., M.H., bersama timnya, menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses perdamaian, Suyadi mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Korban, Mulyo, menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum dihentikan. Korban juga mengalami kerugian sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Setelah mencapai kesepakatan damai, Kejaksaan Negeri Jakarta Barat mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Dr. Rudi Margono, S.H., M.Hum., sependapat untuk menghentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum. Permohonan ini akhirnya disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 26 Agustus 2024.

Selain kasus Suyadi, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif untuk tiga perkara lainnya, yaitu:

1. Tersangka Mathias Klaru Domaking dari Kejaksaan Negeri Lembata, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Much Fajar bin Irwansyah dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Juli Susilo anak dari Lo Siaw Siong dari Kejaksaan Negeri Belitung, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Penghentian penuntutan ini diberikan dengan beberapa alasan, antara lain:

– Proses perdamaian telah dilakukan, di mana tersangka meminta maaf dan korban memberikan maaf.
– Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
– Ancaman pidana yang dihadapi tersangka tidak lebih dari lima tahun.
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.
– Pertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat.

JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. (B.Irianto)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *